Hari Majelis Taklim Nasional Mengukuhkan Peran Perempuan dalam Pendidikan Bangsa
MAJELIS Taklim memiliki peran strategis dalam sejarah dan perkembangan umat Islam di Indonesia. Sebagai lembaga pendidikan nonformal, Majelis Taklim menjadi sarana pembelajaran agama, penguatan moral, dan pemberdayaan masyarakat, khususnya bagi kaum perempuan.
Gagasan penetapan Hari Majelis Taklim Nasional merupakan langkah penting untuk memperkuat pengakuan terhadap peran strategis ini, sekaligus mendorong optimalisasi kontribusinya bagi pembangunan bangsa.
Sejak masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kaum perempuan memiliki ruang khusus untuk belajar agama. Riwayat Bukhari mencatat bahwa para perempuan meminta satu hari khusus untuk menerima nasihat langsung dari Nabi.
Tokoh-tokoh muslimah seperti Aisyah binti Abu Bakar, Sayyidah Nafisah, dan Fatimah Fihriyyah menjadi teladan ulama perempuan yang berkontribusi besar pada keilmuan Islam.
Kontribusi ulama muslimah terekam dalam kitab-kitab hadis. Misalnya, dari 7.008 hadis dalam Shahih al-Bukhari, terdapat 1.042 yang diriwayatkan perawi perempuan. Ulama besar seperti Ibnu Hajar al-‘Asqalani, As-Sakhawi, dan Imam Suyuthi juga berguru kepada banyak muslimah alim.
Fakta ini menunjukkan bahwa peran perempuan dalam dunia keilmuan Islam bukan sekadar pelengkap, melainkan bagian dari inti sejarah peradaban.
Landasan Hukum Nasional
Secara konstitusional, keberadaan Majelis Taklim sejalan dengan UUD 1945 Pasal 31 ayat 3 yang mengamanatkan sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga menegaskan tujuan pendidikan untuk membentuk manusia yang beriman, berakhlak mulia, sehat, berilmu, dan bertanggung jawab.
Peraturan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 2019 memberikan legitimasi formal bagi Majelis Taklim sebagai lembaga pendidikan keagamaan nonformal. Regulasi ini mengatur tujuan, tugas, dan mekanisme legalitas melalui Surat Keterangan Terdaftar (SKT), yang berlaku lima tahun dan dapat diperpanjang.
Peran Strategis Majelis Taklim
Majelis Taklim berperan dalam tiga aspek utama:
- Pendidikan Keagamaan, yakni memberikan pemahaman ajaran Islam secara mendalam dan membina karakter masyarakat sesuai nilai-nilai agama.
- Penguatan Sosial, yakni menjadi wadah interaksi positif, mempererat ukhuwah, dan menjaga kerukunan di tengah keberagaman.
- Pemberdayaan Ekonomi, melalui pelatihan dan kegiatan produktif, Majelis Taklim turut membantu meningkatkan kemandirian anggota.
Data Kementerian Agama menunjukkan terdapat 136.923 lembaga Majelis Taklim di seluruh Indonesia. Angka ini mencerminkan besarnya jangkauan pengaruh dan potensi yang dimiliki.
Pandangan Tokoh dan Pemangku Kepentingan
Ketua Majelis Ulama Indonesia, K.H. Anwar Iskandar, menegaskan bahwa perempuan adalah tiang negara dan Majelis Taklim merupakan media strategis untuk memperkuat kualitas spiritual, moral, dan sosial. MUI mendukung penuh penetapan Hari Majelis Taklim Nasional sebagai langkah visioner untuk mempersatukan bangsa.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Prof. Dr. Phil. H. Kamaruddin Amin, M.A., menilai Majelis Taklim sebagai infrastruktur sosial yang menjaga stabilitas bangsa. Ia menekankan pentingnya adaptasi terhadap teknologi dan literasi digital untuk menjangkau generasi milenial dan Gen-Z.
Ketua Dewan Penasehat BMIWI, Ustadzah Dr. Aan Rohanah, menyoroti bahwa penetapan Hari Majelis Taklim Nasional merupakan wujud pelaksanaan amanah konstitusi, terutama pasal-pasal yang menjamin kebebasan beragama dan beribadah. Menurutnya, momen ini penting untuk mengingatkan peran Majelis Taklim dalam membangun ketahanan keluarga berbasis nilai agama.
Anggota DPRD DKI Jakarta, Ibu Lilik Sholihah, S.Sos.I., menambahkan bahwa di wilayah perkotaan seperti Jakarta, Majelis Taklim berfungsi ganda sebagai pusat pendidikan agama dan pemberdayaan komunitas. Dukungan pemerintah berupa dana hibah, pelatihan, dan kolaborasi lintas lembaga menjadi modal penting dalam memperkuat perannya.
Tantangan dan Peluang
Meski memiliki peran besar, Majelis Taklim menghadapi tantangan seperti minimnya data terintegrasi, keterbatasan partisipasi generasi muda, dan perlunya penguatan manajemen organisasi.
Transformasi digital menjadi peluang untuk mengatasi hambatan ini melalui pemanfaatan media sosial, platform pembelajaran daring, dan sistem informasi terintegrasi.
Di sisi lain, Hari Majelis Taklim Nasional dapat menjadi momentum konsolidasi dan penguatan jejaring antar-lembaga, baik di tingkat lokal maupun nasional. Perayaan ini berpotensi menjadi ajang evaluasi program, berbagi praktik baik, dan merancang strategi bersama untuk masa depan.
Urgensi Strategis
Penetapan Hari Majelis Taklim Nasional memiliki urgensi historis, hukum, dan strategis. Secara historis, ia melanjutkan tradisi keilmuan muslimah sejak masa Rasulullah.
Secara hukum, ia sejalan dengan konstitusi, undang-undang pendidikan, dan peraturan menteri agama. Secara strategis, ia memperkuat peran Majelis Taklim dalam pendidikan, sosial, dan pemberdayaan ekonomi.
Agar manfaatnya optimal, disarankan:
- Pemerintah mempercepat proses penetapan melalui regulasi resmi.
- Majelis Taklim memperkuat manajemen, kaderisasi, dan pemanfaatan teknologi digital.
- Masyarakat mendukung partisipasi aktif, khususnya generasi muda.
- Kolaborasi lintas sektor terus ditingkatkan untuk memperluas dampak positif Majelis Taklim bagi bangsa.
Dengan langkah terarah, Hari Majelis Taklim Nasional dapat menjadi simbol penghargaan dan penguatan peran perempuan dalam membangun bangsa yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia.
(Unduh slide pointer dari naskah di atas, klik di sini)